Jumat, 29 Januari 2016

BOOK ADDICT? YES, I AM

Seberapa sering kamu jatuh cinta? Atau secandu apakah kamu mencintai sesuatu? Jika pertanyaan itu dilempar kepadaku, of course jawabannya is books.
Sama seperti halnya jatuh cinta pada manusia, awalnya buku juga tidak begitu menarik bagiku. Tapi sekitar bulan Januari tahun lalu, Stiletto Book, penerbit buku perempuan mendorongku untuk klepek-klepek dengan benda yang bisa mengantar kita menuju dunia.

            Dapat apa dengan membaca buku? Nggak eman-eman?
            Terlalu sering mendapat pertanyaan seperti itu, aku selalu menjawab dengan santai. Mungkin beberapa orang tidak tahu dengan membaca buku kita mendapat kecantikan. Eits, bukan cantik putih dari skin care, ya. Tapi cantik dalam pengetahuan dan wawasan. Bahkan kita bisa medapat beberapa barang gratisan dari buku.
Ketiga buku yang saya dapat secara "gratis"

Bahkan beberapa buku yang aku koleksi dari Stiletto Book dan penerbit-penerbit lain kebanyakan gratisan. Wait, gratisan bukan berarti duduk bertopang dagu, ya. Tapi ikut dalam seminar kepenulisan, giveaway ataupun blogtour yang diadakan para blogger-blogger kece yang update menulis review buku. 
Email yang menyatakan menag giveaway

Menang Giveaway Buku? Berasa ketemu Lee Min Ho, Lee Jong Suk, EXO untuk K-Popers
            Lebay!
            Iya emang.
            Tiba-tiba dimention di twitter atau instagram menang giveaway tuh langsung bikin hari sumringah. Sebenarnya sih saya belum lama ikut-ikutan photoquote, selfie with buku, atau narsis di toko buku untuk menangin merchandise atau apalah. Tapi setelah menang sekali, jadi ketagihan. Buku memang punya candu. Candu untuk membacanya dan seperti memberi godaan ketika ia terpampang di rak-rak manis Gramedia. Ah, niatnya cuma mau lihat-lihat. Tapi pas mau pulang, keluar selembar dua lembar uang kertas dari dompet untuk membeli sebuah buku. Efeknya mesti puasa jajan. Secara harga buku di Indonesia lumayan mahal *ehem. Lima kali lipat harga beras. Tapi setara dengan secup coffe cafe ternama yang diminum pun rasanya sama *padahal belum penah beli. Mungkin ini salah satu alasan minimnya keinginan untuk membaca penduduk Indonesia. Selain kemalasan itu sendiri.
Beberapa koleksi terbitan Stiletto Book

Membaca dan menulis itu seperti sepasang kekasih.
            Tumpukan buku yang berjajar di pojok ruangan dan rak-rak seolah menarik untuk dibaca berkali-kali. Bahkan ketika menatap huruf perhuruf yang membentuk rangkaian kata penuh makna, pasti terbesit keinginan “Kalau aku menulis bagaimana, ya?”
            Dan mulailah pencarian grup ataupun komunitas penulisan yang tersebar di beberapa social media. Di twitter, @KampusFiksi menjadi ajang “mengoreksi” cerpen yang telah kubuat. Facebook lebih banyak menawarkan grup-grup yang asyik untuk diajak berdiskusi soal tulis menulis. Contohnya: Kompasiana, Women Script Community. Bahkan ada pula web seperti wattpad yang baru-baru ini dibuka yaitu nulisbuku.com. Nah setelah menemukan komunitas tersebut, biasanya aku mulai menemukan lomba-lomba dari menulis cerpen, puisi bahkan novel yang hadiahnya benar-benar memukau. Hayo, ada yang masih mau bilang “Menulis dan membaca nggak dapat apa-apa.”