Seberapa sering kamu jatuh cinta?
Atau secandu apakah kamu mencintai sesuatu? Jika pertanyaan itu dilempar
kepadaku, of course jawabannya is books.
Sama seperti halnya jatuh cinta pada
manusia, awalnya buku juga tidak begitu menarik bagiku. Tapi sekitar bulan
Januari tahun lalu, Stiletto Book, penerbit buku perempuan mendorongku untuk
klepek-klepek dengan benda yang bisa mengantar kita menuju dunia.
Dapat apa dengan membaca buku? Nggak
eman-eman?
Terlalu
sering mendapat pertanyaan seperti itu, aku selalu menjawab dengan santai.
Mungkin beberapa orang tidak tahu dengan membaca buku kita mendapat kecantikan.
Eits, bukan cantik putih dari skin care,
ya. Tapi cantik dalam pengetahuan dan wawasan. Bahkan kita bisa medapat beberapa
barang gratisan dari buku.
Ketiga buku yang saya dapat secara "gratis" |
Bahkan
beberapa buku yang aku koleksi dari Stiletto Book dan penerbit-penerbit lain
kebanyakan gratisan. Wait, gratisan
bukan berarti duduk bertopang dagu, ya. Tapi ikut dalam seminar kepenulisan, giveaway ataupun blogtour yang diadakan para blogger-blogger kece yang update menulis review
buku.
Menang Giveaway Buku?
Berasa ketemu Lee Min Ho, Lee Jong Suk, EXO untuk K-Popers
Lebay!
Iya
emang.
Tiba-tiba
dimention di twitter atau instagram
menang giveaway tuh langsung bikin
hari sumringah. Sebenarnya sih saya belum lama ikut-ikutan photoquote, selfie with buku, atau narsis di toko buku
untuk menangin merchandise atau
apalah. Tapi setelah menang sekali, jadi ketagihan. Buku memang punya candu.
Candu untuk membacanya dan seperti memberi godaan ketika ia terpampang di
rak-rak manis Gramedia. Ah, niatnya cuma mau lihat-lihat. Tapi pas mau pulang,
keluar selembar dua lembar uang kertas dari dompet untuk membeli sebuah buku.
Efeknya mesti puasa jajan. Secara harga buku di Indonesia lumayan mahal *ehem.
Lima kali lipat harga beras. Tapi setara dengan secup coffe cafe ternama yang
diminum pun rasanya sama *padahal belum penah beli. Mungkin ini salah satu
alasan minimnya keinginan untuk membaca penduduk Indonesia. Selain kemalasan
itu sendiri.
Membaca dan menulis itu
seperti sepasang kekasih.
Tumpukan
buku yang berjajar di pojok ruangan dan rak-rak seolah menarik untuk dibaca
berkali-kali. Bahkan ketika menatap huruf perhuruf yang membentuk rangkaian
kata penuh makna, pasti terbesit keinginan “Kalau aku menulis bagaimana, ya?”
Dan
mulailah pencarian grup ataupun komunitas penulisan yang tersebar di beberapa
social media. Di twitter, @KampusFiksi menjadi ajang “mengoreksi” cerpen yang
telah kubuat. Facebook lebih banyak menawarkan grup-grup yang asyik untuk
diajak berdiskusi soal tulis menulis. Contohnya: Kompasiana, Women Script
Community. Bahkan ada pula web seperti wattpad yang baru-baru ini dibuka yaitu
nulisbuku.com. Nah setelah menemukan komunitas tersebut, biasanya aku mulai
menemukan lomba-lomba dari menulis cerpen, puisi bahkan novel yang hadiahnya
benar-benar memukau. Hayo, ada yang masih mau bilang “Menulis dan membaca nggak dapat apa-apa.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar