REVIEW
PASSPORT TO HAPPINESS
Sesuai
judulnya, buku ini berkisah perjalanan Ollie dalam 11 kota di berbagai belahan
dunia. Dari benua Asia, Amerika, Eropa dan Afrika (kenapa tidak sekalian
Australia, ya? Hehe).
1. Ubud,
Indonesia
Elizabeth Gilbert yang menuliskan perjalanannya di Ubud
dalam buku Eat, Pray, Love, membuat
Ollie semakin tertarik dengan kota tersebut. Maka dimulailah solo traveler Ollie. Di sana ia dijemput
Dewa, manajer plus pemilik homestay yang akan ia tinggali. Ia pun bertemu
dengan Mas Bembi yang mengantarnya ke tempat Ketut Liyer, seorang yang bisa
membaca pikiran.
Bagiku happy ending adalah saat kita
berbahagia dan berdamai dengan situasi, dilihat dari sudut pandang kita
sendiri, bukan orang lain (Hal. 16)
Ubud
tempat Ollie mendapat jawaban: melangkah atau tetap tinggal.
2. Dublin,
Irlandia
Pertama kalinya menginjak Eropa, Dublin yang sedang
dilanda musim dingin, memaksanya bermantel hangat untuk berkeliling di sana. Awalnya
Ollie ingin pergi ke Trinity College namun malah tergiur dengan Book Upstairs. Sesuai
namanya, harus menempuh tangga untuk mencapainya. Puisi karya Oscar Wilde berhasil
memprovokasinya untuk membuat puisi. Kunjungannya ke Old Library dan
Perpustakaan Nasional Irlandia lagi-lagi berbicara bagaimana menuliskan apa
yang dipikirkan merupakan kebiasaan yang sejak dulu dan masih sama sampai
sekarang. Seperti apa yang kita tuliskan di social
media.
Bab ini
Ollie telah membuat cerita cintanya dengan puisi.
3. Moskow,
Rusia
Bab ini, pembaca bakal disuguhkan karakteristik cowok
Rusia, yaitu romantis, loyal dengan pasangannya, jarang senyum dan percaya diri
( populasi cowok lebih sedikit dari cewek sehingga jarang ditolak). Saya jadi
kebayang Mas Orlandoo Bloom.
Bahkan anggapan Moskow yang kelam (karena di Indonesia
kita dicekoki citra-citra buruk) terbantah sudah. Bahkan sastrawan-sastrawan
Rusia pun dikenal punya gaya bahasa unik dan abu-abu.
Sekarang aku mengerti cinta versi
Moskow: kebaikan dan kasih sayang yang dikespresikan dengan jelas, lugas, dan
tanpa ragu. (Hal 121)
Saya seperti diajarkan kalau cinta bukan soal dalam hati
tapi memang harus ditunjukkan. Tapi, terkadang memang gengsi sih. Dasar cewek.
4. London,
Inggris
Nathan (aku juga jatuh cinta nih, Mbak dengan cowok ini)
menjadi alasan Ollie berkunjung ke ibu kota Inggris. Bab ini pun bercerita
tentang kedekatan Ollie dengan Nathan. Bagaimana ia nyaman dengan cowok yang
berbeda dengannya karena Nathan tidak suka buku dan toko buku. Tapi saya masih
agak bingung dengan alasan kenapa mereka tidak bersatu. Apakah memang tidak
dijabarkan atau sayanya yang kurang jeli dalam membaca?
Saya
juga baru tahu bahwa di London harus menggunakan koin untuk parkir. Hmmm.
5. Seoul,
Korea Selatan.
Seperti biasa, ketika mendengar Seoul pasti tidak lepas
dari keelokan rupa wajah-wajah penduduknya. Cantik sekalipun dia cowok. Yup,
Ollie menceritakan bagaimana operasi plastik ( (disebut Suki) ibarat potong
rambut di Indonesia.
Bab ini menyadarkan kita untuk cinta pada diri sendiri
tanpa perlu menanggapi kerasnya pandangan orang yang bilang tidak cantik dan
tidak putih. Saya pun mengatakan demikian pada diri sendiri yang bersyukur
dengan kulit hitam saya. Alhamdulillah.
6. Paris,
Perancis
Kisah cinta Arnaud dan Cath (pengusaha dan investor) yang
bertemu lewat perkenalan dan jatuh cinta pada pandangan pertama seolah
menegaskan, cinta punya jalan sendiri untuk bersatu. Ollie pun ingin berkenalan
dengan lelaki Perancis, yaitu Youssef (teman Arnaud dan Cath).
Saya
agak buntu dengan kisah di bab ini. Kenapa tidak berlanjut ya, hubungan antara
Ollie dan Youssef?
Kamu menginginkan seorang sepertimu. A paradox.
Karena kamu adalah kontras itu.(Hal 97)
Saya jadi ingat pepatah Cinta adalah cermin bagi orang
yang jatuh cinta untuk mengetahui watak dan kelemahlembutan hatinya dalam citra
kekasihnya.
7. Marrakech,
Maroko.
Ollie menghadiri GES Youth Delegates bersama 6000 peserta
dari penjuru dunia. Berkenalan dengan Mariam, startup founder dari Gaza dan Soufiane mengajarkan hal baru pada
dirinya. Seolah ia menemukan soulmate
(yang berarti pertemanan manis) dalam negara yang ia kunjungi.
8. Istanbul,
Turki
Pria-prianya tampan. Kata pertama yang muncul ketika
Ollie melihat bell boy di hotel
tempat ia menginpa. Begitu pula lelaki yang ia jumpai.
Ollie bertemu dengn Peter, mitra perusahaan tempat ia
bekerja. Namun, seperti kata Layla, ia seolah tidak menemukan chemistry dengannya walaupun Peter
adalah lelaki dengan paket lengkap. Tampan dan pintar.
Bab ini menegaskan bahwa fisik tak pernah berhasil menerima
cinta. Komunikasi hati yang paling penting.
9. Almaty,
Kazakhtan
Ollie mengajarkan social
media for good kepada 20 orang.
Jamal, peserta dari Afganistan berasa antusias dengan materi yang disampaikan
Ollie. Dia pun menyarankan Jamal untuk menuliskan tentang negeri bisa lewat
blog/ twitter/ facebook.
Tentang bagaimana menggunakan kata-kata
yang tepat untuk menyentuh emosi orang lain, dan menggunakan lima panca indra
untuk membuat konten menarik di social media. (Hal 135)
10. Alexandria,
Mesir.
Mengapa orang begitu tertarik mengetahui
masa lalu mereka? Untuk belajar dari pengalaman hidup sebelumnya. Untuk menyelesaikan
misi hidup yang belum selesai. (Hal 140)
Ollie merasa kebersamaannya dengan Peter tak lagi
memiliki kehangatan. Maka di Alexandria, kota di mana kisah cinta Marc Anthony
dan Cleopatra diciptakan, ia memutuskan berpisah dengan Peter.
11. New
York, Amerika Serikat
Ollie kesulitan menemukan taksi untuk mengantarnya ke
Blues Alley. Musik jazz mengingatkan
pada mantan mertuanya yang suaranya bagus dan hobi menyanyi lagu jazz. Juju, temannya, berkali-kali
mengajaknya bar-hopping dan akhirnya
ia pun mengiyakan. Di sana, ia pun diajak Diego berdansa.
Dansa yang membangunkanku secara
spiritual, dansa yang energinya mengubah cara pandangku terlihat hidup, dansa
yang membuatku jatuh cinta.(Hal 168)