Selasa, 17 April 2012

surat bunga edelweis


SURAT BUNGA EDELWEIS
Oleh:
Ayatin Anisa

Email pertama
Dear seseorang yang pernah menjadi sahabat terbaikku ... Narya.
Pernah terlintas dalam benakku untuk marah dan benci karena kau telah mengembalikan semua bunga pemberianku, semuanya ... Dari mawar merah, mawar putih, mawar kuning, lili, matahari dan bunga lainnya. Saat itu aku benar – benar membencimu... Kalau bukan karena Chita, tentu aku takkan lagi pernah menghubungimu, menghubungi sahabat kecilku.
Kau masih ingat pertama kali kita bertemu, memperebutkan setangkai bunga edelweis, bunga pertama yang mekar bulan April itu. Mungkin bagimu, pertemuan itu tak begitu berkesan. Bagiku waktu itu takkan terlupakan karena kau berhasil merebut bunga itu dariku. Kau anak gadis pertama yang bisa mengalahkanku berkelahi. Padahal waktu itu umurku 10 tahun dan kau baru 8 tahun. Aku benar – benar kaget dan tidak menyangka... tak ingatkah kau tentang itu?
Satu tahun berikutnya, tahukah kau, setelah sholat Subuh aku tak sabar untuk segera mengambil bunga edelweis di tempat itu.  Dan aku terlambat. Sekali lagi kau mengambilnya. Hari itu aku ingin benar – benar memukulmu. Tapi ketika kau tersenyum padaku seakan – akan kau mengucapkan terima kasih padaku... amarahku mencair.
Hal lain yang membuatku penasaran adalah karena tak ada seorang temanku yang mengenalmu bahkan kedua orang tuaku. Kata mereka tak ada anak gadis di sekitar bukit itu. Tentu saja aku tidak percaya karena aku benar – benar melihatmu mengambil bunga edelweis ku.
Narya, aku benar – benar minta maaf!

 Email kedua
Dear Narya
Bagaimana kabarmu di sana? Sudah satu bulan setelah email pertamaku. Dan ternyata kau tidak juga membalasnya.  Aku hampir putus asa untuk minta maaf kepadamu tapi lagi – lagi Chita menyemangatiku untuk tidak menyerah. Katanya ingat lagu D’massiv aja. Haha, dia benar – benar anak yang lucu. Aku akan mengenalkannya padamu.

Masihkah kau membenciku?

Taukah kau Narya, dua hari setelah kau mengambil bunga edelweis ku, aku mencarimu di sekitar bukit. Begitu seterusnya sampai tujuh hari, aku tidak menyerah. Tapi kau tak juga ku temukan.
Tahun berikutnya di bulan April aku ingin sekali bertemu denganmu. Memastikan kau itu benar – benar ada bukan hanya karangan ku belaka. Pukul 05.00 aku berangkat dari rumah dan sesampai di sana aku masih melihat bunga edelweis itu ditangkainya. Rasanya aku ingin menangis, membayangkan kalau kau tidak nyata. Tapi sesaat kemudian kau datang dan tersenyum padaku. Aku lega sekaligus khawatir jika kau mengambil bunga edelweis itu lagi.

Terima kasih untuk saat itu Narya.

Email ketiga
Narya, sahabatku
Ini adalah email terakhirku. Aku benar – benar minta maaf karena telah merusak bunga edelweis yang telah kau ambil. Jika saja aku tahu kau mengambilnya untuk kakakmu, aku akan merelakannya karena kakakmu lebih penting daripada egoku.
Semoga kau bisa memaafkanku. Terima kasih untuk semua.
Sampai jumpa Narya Zukrufi

Setelah mengirim email terakhir itu, aku bersiap – siap menuju tempat di mana edelweis itu berada. Sudah satu tahun berlalu sejak aku memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke kota. Dua jam perjalanan terasa begitu cepat.
Dan sekarang aku sudah berada tepat di mana aku dan Narya bertemu. Tanaman edelweis itu masih ada. Kuat dan terkalahkan oleh rumput ilalang di sekitarnya. Udara di tempat itu tak jauh beda dari lima tahun yang lalu. Segar dan seakan – akan semua masalah ikut terbang terbawa angin. Beda dengan keramaian di kota yang selama ini ku tinggali. Tapi sesaat kemudian ketenangan itu berubah setelah ku lihat seseorang duduk tak jauh dari tanaman edelweis.
” Narya?”. Spontan aku menyebut gadis yang duduk itu dengan nama Narya.
Gadis itu menoleh ke arahku dengan tatapan bingung. Tak salah lagi dia benar – benar Narya.
”Kamu ... Egi?”. Gadis itu giliran bertanya padaku.
”Kamu beneran Narya? Akhirnya ketemu juga.”
” Ehm... maaf kamu salah orang. Aku bukan Narya tapi Nayla, adik kembarnya Narya”.
”Adik kembar?”
Tentu saja aku makin bingung. Tak menyangka ternyata Narya punya adik kembar, setau ku dia hanya punya kakak perempuan.
”Lalu di mana Narya sekarang? Aku ingin minta maaf secara langsung padanya”.
”Ehm... maaf Egi. Aku belum bisa menjelaskannya sekarang. Beri aku waktu. Seminggu lagi akan ku beritahukan semuanya. Aku mohon. Aku harus pergi”.
”Tapi Nay, ...”
Lagi, Narya membuat ku penasaran. Seminggu lagi? Bisa – bisa aku tidak tidur selama seminggu. Aku takkan menyerah untuk menunggu kabar tentang Narya. Tapi seminggu setelah hari itu Nayla tak ada kabar . Padahal aku harus segera kembali ke kota. Akhirnya pagi itu ku putuskan untuk kembali ke kota. Dua jam perjalanan itu terasa lama bagiku.
Sesampai di kos aku benar – benar capek dan spontan aku tertidur. Dua jam kemudian aku terbangun lalu sholat Dhuhur. Usai sholat, perasaan ku berkata bahwa aku harus membuka emailku sekarang. Ku buka laptopku dan ku sambungkan ke jaringan internet. Ku buka gmail.com dan kuketik nama email ku lalu sign in. Di kolom inbox ku lihat email Narya. Spontan kubuka dengan rasa tidak sabar.

Untuk Egi Apriansyah, sahabat terbaik Narya Zukrufi
Maaf karena hanya bisa memberitahumu lewat email. Aku tidak sanggup memberitahumu secara langsung.
Aku adalah Nayla. Selama ini aku lah yang menerima semua emailmu.

Narya tidak pernah membenci mu. Ia selalu berkata dengan wajah riang ketika bercerita tentang perkelahian kalian merebutkan bunga edelweis di bulan April.
Kami adalah kembar. Narya adalah anak tomboi yang suka berkelahi. Tapi dibandingkan aku, badannya lebih mudah sakit dan dia masih saja sok melindungiku.
Dua bulan setelah kalian bertemu, Narya tiba – tiba demam tinggi. Ayah dan ibu bingung sekaligus kaget karena tak biasanya seperti itu. Seminggu dalam keadaan koma ternyata Allah tak mengijinkanku untuk bersamanya lagi. Dia pergi ...
Sebelum dia pergi, ia berkata padaku : ”Nay, jangan sampai Egi tahu ya ...
Jadilah aku yang selalu berebut edelweis dengannya. Aku gag ingin dia merasa kehilangan sesuatu walaupun aku gag tahu apakah aku berarti baginya”.
Tahun berikutnya, aku menggantikan Narya berebut edelweis denganmu. Dan ingatkah kau Egi, yang tersenyum waktu itu adalah aku, bukan Narya ... dan saat aku bilang bunga edelweis itu untuk kakakku, sebenarnya itu untuk Narya.
Maaf baru memberitahumu sekarang. Ini adalah janjiku pada Narya
Dan terima kasih masih menganggap kakakku sebagai sahabat terbaikmu. Dia pasti sangat senang mengetahuinya.

Kabar  ini tak pernah ku kira sebelumnya. Betapa bodohnya aku. Tak pantas bila aku disebut sahabat terbaik Narya.

Edelweis memang bukan bunga berwarna – warni
Tak pula menawan
Juga bukan bunga mahal
Tapi berkat dia aku bertemu dengannya
Hanya sekali saja aku bertemu
Dan aku yakin dia akan menjadi sahabat terbaikku
Walaupun bukan waktu yang tepat untuk saat ini,
            Narya Zukrufi






banyak cerita yang mestinya kau saksikan...
sayang engkau tak duduk disampingku kawan....

Jumat, 13 April 2012

nikmati waktu dan kehidupan.......bersyukur pasti

Manakala Hidupmu Tampak Susah Untuk Dijalani...
 
Seorang professor berdiri di depan
kelas filsafat dan mempunyai
beberapa barang di depan mejanya.

Saat kelas dimulai, tanpa
mengucapkan sepatah kata, dia
mengambil sebuah toples mayones
kosong yang besar dan mulai mengisi
dengan bola-bola golf.

Kemudian dia berkata pada para
muridnya, apakah toples itu sudah
penuh? Mahasiswa menyetujuinya.

Kemudian professor mengambil sekotak
batu koral dan menuangkannya ke
dalam toples. Dia mengguncang dengan
ringan. Batu-batu koral masuk,
mengisi tempat yang kosong di antara
bola-bola golf.

Kemudian dia bertanya pada para
muridnya, Apakah toples itu sudah
penuh? Mereka setuju bahwa toples
itu sudah penuh.

Selanjutnya profesor mengambil
sekotak pasir dan menebarkan ke
dalam toples...

Tentu saja pasir itu menutup segala
sesuatunya. Profesor sekali lagi
bertanya apakah toples sudah penuh?

Para murid dengan suara bulat
berkata, "Yaa!"

Profesor kemudian menyeduh dua
cangkir kopi dari bawah meja dan
menuangkan isinya ke dalam toples,
dan secara efektif mengisi ruangan
kosong di antara pasir.

Para murid tertawa...

"Sekarang," kata profesor ketika
suara tawa mereda, "Saya ingin
kalian memahami bahwa toples ini
mewakili kehidupanmu.
"

"Bola-bola golf adalah hal-hal yang
penting - Tuhan, keluarga, anak-anak,
kesehatan, teman dan para
sahabat. Jika segala sesuatu hilang
dan hanya tinggal mereka, maka
hidupmu masih tetap penuh.
"

"Batu-batu koral adalah segala hal
lain, seperti pekerjaanmu, rumah
dan mobil.
"

"Pasir adalah hal-hal yang lainnya
- hal-hal yg sepele.
"

"Jika kalian pertama kali memasukkan
pasir ke dalam toples,
"  lanjut
profesor, "Maka tidak akan tersisa
ruangan untuk batu koral ataupun
untuk bola-bola golf. Hal yang sama
akan terjadi dalam hidupmu
."

"Jika kalian menghabiskan energi
untuk hal-hal sepele, kalian tidak
akan mempunyai ruang untuk hal-hal
yang penting buat kalian
"

"Jadi..."

"Berilah perhatian untuk hal-hal
yang kritis untuk kebahagiaanmu.
Bermainlah dengan anak-anakmu.
Luangkan waktu untuk check up
kesehatan.


Ajak pasanganmu untuk keluar makan
malam. Akan selalu ada waktu untuk
membersihkan rumah, dan memperbaiki
mobil atau perabotan.
"

"Berikan perhatian terlebih dahulu
kepada bola-bola golf - Hal-hal
yang benar-benar penting. Atur
prioritasmu. Baru yang terakhir,
urus pasir-nya
."

Salah satu murid mengangkat tangan
dan bertanya, "Kalau Kopi yg
dituangkan tadi mewakili apa?"

Profesor tersenyum, "Saya senang
kamu bertanya. Itu untuk menunjukkan
kepada kalian, sekalipun hidupmu
tampak sudah begitu penuh, tetap
selalu tersedia tempat untuk
secangkir kopi bersama sahabat"
:-)
 
---------------------
Tulisan di atas disari dari "google bottle".
Anda bisa memberikan 
komentar di halaman ini:
http://www.anneahira.com/manakala-hidupmu-tampak-susah-untuk-dijalani.htm
---------------------
 

Minggu, 01 April 2012

teacher

salah satu hal yang menarik menjadi "guru" adalah .............. Kau Akan Menemukan Hal Baru Tiap Harinya...........