Kamis, 28 Juni 2012

menatap langit dan asa

Suatu hari, seorang guru meminta para muridnya untuk membawa sekantong plastik berisi kentang. Kentang-kentang itu nantinya mewakili setiap orang yang pernah menyakiti mereka dan belum mereka maafkan. Mereka pun menuliskan satu nama disetiap kentang. Nama-nama itu adalah nama orang-orang yang pernah menyakiti mereka.
Beberapa murid memasukkan sedikit kentang, namun sebagian memiliki banyak. Mereka harus membawa kentang dalam kantong itu kemanapun mereka pergi dan tak boleh jauh dari mereka, apapun yang terjadi.
Semakin hari, semakin banyak murid yang mengeluh karena kentang-kentang itu mulai mengeluarkan aroma busuk.
Apakah kalian sudah memaafkan nama-nama yang kalian tulis pada kulit kentang kalian?” tanya sang guru.
Mereka tampaknya sepakat untuk belum bisa memaafkan nama-nama itu.
Yah, kalau begitu, kalian tetap harus membawa kentang itu kemanapun kalian pergi,” lanjutnya.
Hari demi hari berlalu. Aroma tak sedap dari kentang-kentang itu pun semakin tak tertahankan. Banyak dari mereka akhirnya menjadi mual, pusing dan tidak nafsu makan karenanya. Dan pada akhirnya, mereka membuang kentang-kentang itu ke dalam tempat sampah. Mereka pun memutuskan untuk juga membuang rasa dendam dan memaafkan orang-orang yang namanya tertulis disana.
Sang Guru tersenyum memandang anak didiknya dan berkata, “Dendam yang kalian tanam serupa dengan kentang-kentang itu. Semakin banyak kalian mendendam, semakin berat kalian melangkah. Dan semakin hari, dendam-dendam itu akan membusuk dan meracuni pikiran kalian.”
Maafkan mereka yang pernah menyakiti hati kalian. Jadikan ini sebagai pelajaran dalam hidup. Dan kalian sudah tahu, dendam sama seperti kentang-kentang busuk yang bisa dengan mudah kalian buang ke tempat sampah,” lanjutnya.
Sekalipun dendam tidak kita rasakan beratnya secara fisik, namun secara perlahan akan melemahkan mental kita. Yang pada akhirnya membuat hidup kita tak nyaman.
“Memaafkan adalah satu-satunya cara melepaskan seorang tahanan dan menemukan bahwa tahanan itu adalah dirimu sendiri.” - Lewis B. Smedes, "Forgiveness - The Power to Change the Past," 7 January 1983

Tidak ada komentar:

Posting Komentar