Sabtu, 28 Februari 2015

HATI SETENGAH DEWA VS MAKHLUK SETENGAH SETAN

Ah, siapa yang berani menyebut dirinya sendiri dengan makhluk setengah dewa? Jikalau ada, pantasnya ia diseru dengan sapaan makhluk setengah setan yang angkuh dalam dendamnya hingga bersumpah serapah tak terkendali. Dan adakah seseorang yang ingin menjadi salah satunya?

"Aku membencinya seperti aku mencintainya dulu, seluas cakrawala yang terhampar," ujar Vea yang masih enjoy menyantap menu dessertnya.
Potongan buah semangka, melon dan mangga yang berduet dengan es krim mocca, rasa kesukaannya.
"Kau masih mencintainya. Aku melihatnya. Di pojok ruangan gelap bola matamu. Iya, kan?" Wei tahu segalanya tentang Vea.
Bersahabat dengannya selama lima tahun, telah menobatkan Wei sebagai soulmate Vea.
"Demi apa Wei kau mengatakan demikian?" Vea menjatuhkan garpunya. Dinginnya es krim mocca yang berpadu dengan angin malam tak sanggup membekukan kobaran emosi hatinya. Tinggal menunggu detik yang tepat untuk meledak.

Wei memutar bola matanya. Ia harus berpikir cepat untuk meredam tatapan Vea yang menembus jantungnya. Tepat. Tidak ada celah.
"Kau selalu menyebut kata cinta ketika kita membicarakannya," ucap Wei datar.
Vea masih melotot ke arah Wei. Tanpa kedipan selama dua puluh detik.

Hingga di kedipan pertamanya, benteng harga dirinya ambruk. Ia menutupi raut wajahnya yang bermake up minimalis dengan kedua tangan besinya. Tangan seorang desainer hebat.

Lima menit tiga puluh tujuh detik berlalu tanpa ada obrolan. Hanya angin yang menyapa rumput teki dan disambut dengan lagu gesekan di antaranya. Kolaborasi bagus untuk backsong malam tanpa bulan.
"Menangislah lagi." Wei paham betul apa yang diinginkan Vea.
Kristal air masih malu keluar dari pelupuk mata Vea. Bagaimana pun juga, Vea berjanji ia takkan menangis.
"Aku sudah menyerah Wei. Dan aku takkan menangis lagi."
"Tangisanmu tak selalu berarti kekalahan bukan?"
Vea menggelengkan kepalanya. Dengan sorotan mata yang sarat makna dan penuh keyakinan, ia telah memilih jalannya.
"Aku hanya makhluk setengah setan Wei. Membiarkanku hidup dalam dendam seperti iblis yang berjanji menyesatkan manusia."

Potongan semangka, melon dan mangga kembali mendendangkan rayuannya. Seolah meminta garpu untuk menusuk dan merelakan dirinya untuk disantap.
"Jangan menjalani hidup yang terkutuk Vea ... Seperti kisah Malin Kundang yang dikutuk ibunya. Aku percaya seratus persen, jikalau bisa, sang ibu pasti akan menarik sumpahnya. Karena penyesalan datang dari makhluk berhati setengah dewa."

Solo, 1 Maret 2014
00.30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar