Minggu, 08 Maret 2015

TUJUH TAHUN SEPULUH BULAN SEBELAS HARI YANG LALU

Kali ini, sepakbola tidak hanya bisa dilihat secara langsung di stadion, tetapi juga di dalam kereta api ekonomi. Bedanya, handphone jadul Rui yang menjadi obyek tendangan. Yah, dia tidak sengaja membiarkan si handphone menghantam lantai ketika berdesakan masuk gerbong yang hampir overload.
“Handphoneku!” seketika ia menjadi artis dadakan di balik bau asam dan kecut pekerja maupun mahasiswa yang akan pulang kampung.
Kini semua mata menembaki Rui. Dan dia hanya bisa senyum meringis sambil menundukkan sedikit kepalanya, sebagai pertanda minta maaf.
Semenit kemudian, ia larut dalam pencarian MH70, eh bukan, handphone N70-nya. Bagai semut yang kehilangan kawanannya, ia hanya celingak celinguk dan bilang permisi berkali – kali saat melewati penumpang yang sudah nyaman duduk di lantai beralaskan koran.
“Ini handphone mbak?”
Seorang siswa SMA yang masih mengenakan seragam abu – abunya mengangkatnya ke langit seolah – olah sedang mendapatkan piala kebanggaannya.
Kegundahan Rui pun lumer setelah soulmatenya itu berhasil ditemukan. Ia pun berjalan ke arah siswa tersebut yang masih asyik mendengarkan mp3 playernya.
“Terima kasih ya, Mas udah nemuin handphone saya?” Rui berbasa basi.
Si siswa yang berambut jambul kayan Tin Tin itu cuma angguk – angguk menikmati lagu yang terdendang dari kotak hitam bergaris merah. Ingat, ya kotak hitam di sini bukan blackbox yang biasa dicari tim SAR.
“Mas! Hellooooo!!!” teriak si Rui yang merasa dikacangin si ABG labil.
Rui pun menjadi artis di gerbong itu untuk kali kedua. Dan ia harus terpakasa nyengir kuda kembali.
“Ada apa ya, Mbak?”akhirnya si anak SMA baru sadar dirinya dipanggil.
“Handphone saya,” jawab Rui datar.
“Handphone mbak kenapa? Saya bukan tukang reparasi, Mbak?”
“Duh dek. Maksudnya handphone yang mas temukan barusan, nokia N70,” Rui sudah malas bertele – tele.
“N70? Masih ada handphone kayak gitu, Mbak?”
Ini mas malah bikin gunung berapi di hatiku meletus, batin Rui.
“Mbak, ini handphonenya di saya.” Tiba – tiba ada seorang ibu yang punya goresan halilintar di dahinya. Harry potter versi ibu – ibu.
Mendapati ada seseorang yang menepuk pundaknya mendadak, Rui berteriak sejadi – jadinya. Lagi, ia menjadi artis untuk ketiga kalinya.
“Tenang Mbak, saya bukan pencopet kok!”
“Eh iya bu. Maaf – maaf. Tapi terima kasih ya, Bu!” jawab Rui saat pikirannya mulai tersadar.
Si ibu pun kembali ke bangkunya setelah mengantar handphone milik Rui.
“Makanya mbak, kalau di gerbong waspada. Kayak yang dikatakan bang napi. Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelaku tapi juga karena ada kesempatan, waspadalah waspadalah!” ujar si ABG yang kembali bergeleng – geleng menikmati lagu dangdut dari dalam mp3nya.
Rui pun hanya manyun.
***
Hari ini, genap sudah tujuh tahun sepuluh bulan sebelas hari sejak hari itu. Yah, episode di gerbong itu menjadi kilasan sejarah yang tercatat apik di memori Rui. Dia menjanjikan pada dirinya bahwa drama sepakbola N70 tidak akan terulang. Ia pun menepatinya dengan tidak menumbalkan N70nya tetapi smartphone yang bernenek moyang sama dengan handphone jadulnya dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar