KIMI GA SUKI DAKARA[1]
Oleh:
Anisa Ay
Panel-panel
berukuran papan tulis itu bagai layar di bioskop yang manampilkan keseluruhan
dari sebuah film. Bedanya, yang terlihat sekarang bukan film action Rurouni Kenshin atau film komedi I’m Fine Thank You Love You. Melainkan gambar-gambar absurd yang
hanya dimengerti bagi mereka yang ingin mengerti. Termasuk aku.
Namun,
sekali pun aku ingin mengetahuinya,
detik itu pula aku ingin menyudahinya. Sekarang!
***
“Ohayou, Mayuzumi-kun!” sapa gadis berambut warna arang sepinggang itu dari seberang
sana.
Semilir
angin musim gugur membawa kehangatan di antara kebekuan hubungan kami. Yuuki-nee, gadis yang lima tahun lebih tua
dariku, menghambur ke arahku. Sebuah bangku mini yang panjangnya tak lebih dari
tiga meter telah menjadi sahabat kami selama ini. Dihujani guguran daun momiji
yang masih tersisa, kami bak sepasang kekasih yang sedang melepas rindu.
Faktanya, tidak.
“Kenapa
kau mematung seperti itu?” tanyanya sambil mengibaskan rok selututnya yang
basah. Kecerobohannya menjatuhkan gelas tiap akan presentasi tidak pernah
berubah. Dasar nee-chan ini!
“Dua
jam lima puluh enam menit lebih tiga detik. Berapa lama lagi aku harus
menunggumu, Yuuki-nee?” protesku
padanya.
Kakiku
sudah kebas hampir lima kali selama
menunggunya.
“Eh,
komik apa yang kau baca itu? Kuroko No Basuke?” ujarnya tanpa berkeinginan
menjawab pertanyaanku tadi. Wataknya yang ini pun aku sudah hafal.
Setahun
ini, dengan alasan yang sepele—mencintai Dorameon—kami bisa menjadi kawan karib
yang tak terpisahkan. Apa pun tingkahnya, baik yang memalukan dan mengagumkan,
aku sangat menyukainya. Walaupun tingkahnya semakin aneh dari hari ke hari, dia
kukenal sebagai tipe orang yang realistis. Pas sekali dengan golongan darah
AB-nya.
Sampai
di hari itu, senja yang biasanya menjingga tak lagi sempat merona.
“Mayuzumi-kun…”
“Hemm,”
jawabku dingin.
“Aku
ingin menjadi doraemon,” bisiknya kepadaku.
Seketika
aku lempar tatapan nanarku padanya. Apa maksudnya ini?
“Dan
Nobita-nya adalah Mayuzumi-kun,”
lanjutnya masih dengan sorot sendu.
Keripik
jamur yang tadinya renyah kulahap,
kini tak sanggup lagi mengcrispykan
obrolanku dengan Yuuki-nee.
“Ogah,
aku tidak sebodoh Nobita dengan segala kebaikan hatinya. Lagi pula yang aku
cintai itu Doraemon bukan Nobita.”
“Ah,
ternyata memang benar. Di hati Mayuzumi-kun selalu ada robot kucing yang tidak
berkuping itu.”
Simpul
senyum itu merekah di antara kedua lesung pipinya. Manis. Tapi… kenapa ada
seringai aneh di balik wajah bahagia itu?
***
“Apa-apaan
ini? Mana ada hal yang begini?” ujarku padanya.
Yuuki-nee baru saja memberikan selebaran
paling tidak irasional yang pernah aku dapat. Kertas berukuran A5 itu hanya
bertuliskan: ‘Ingin menjadi Doraemon bagi Nobita-mu? Join With Us’. Dan di bagian paling bawah tertulis alamat ameblo-nya. Setelah itu dia malah
membisu dengan segelas ice cream chocolate bertoping oreo. Sesekali ia menggaruk kepalanya yang tidak berketombe itu. Pertanda bahwa ia
sedang menyembunyikan sesuatu.
“Apa
yang kau sembunyikan, Yuuki-nee?
Tolong jawab!”
Rona
wajahnya tidak berubah. Ia sama sekali tidak menggubrisku. Apa yang terjadi?
Aku mencemaskanmu, Yuuki-nee!
“Yuuki-nee!” bentakku kemudian. Semoga ia tidak
marah. Bagaimana pun juga aku ini hanya anak SMA yang masih dianggapnya adik.
Tidak sopan jika aku meneriakkinya.
“Mayuzumi-kun, aku sudah mengatakan keinginanku
tempo hari. Kenapa kau melupakannya begitu cepat?”
***
“Di mana? di mana
aku meletakkannya?” omongku pada diri sendiri.
Aku harus menemukan
brosur aneh yang diberikan Yuuki-nee
sepekan yang lalu. Perasaanku seperti bom atom yang siap meledak ketika membaca
surel darinya.
Mayuzumi-kun, aku akan
menjadi Doraemon yang selalu yang kau cintai. See you tomorrow.
Dia
tidak akan bertindak nekad. Aku terus menyakinkan diriku bahwa makhluk
terealistis yang aku kenal itu tidak mungkin melakukan hal bodoh. Lagipula
siapa yang ingin menjadikannya Doraemon bagiku. Yuuki-nee, kau harusnya bertanya dulu bagaimana posisimu di hatiku. Lebih
dari tokoh anime apa pun yang aku cinta.
Ketemu!
Alamat mereka pun terpampang di ameblo-nya
saat aku memasukkan kode yang tertera di
bagian belakang brosur. Firasatku berkata bahwa ini semacam program legal yang
bermaksud menipu para maniak anime dan manga. Mengkamuflase mereka yang terlalu
mencintai dunia khayalan. Dan bagaimana bisa Yuuki-nee termasuk dalam korbannya?
Tak
sampai lima belas menit mengayuh sepeda tuaku, gedung besar tanpa jendela
menyambutku dengan angkuh. Sunyi. Tak seorang pun yang aku lihat melakukan
penjagaan. Baguslah kalau begitu. Aku bisa masuk leluasa dan segera membawa
Yuuki-nee keluar.
***
Sebuah
ruang berkaca bening menghadangku dengan pemandangan yang menyentakkan mata.
Aku melihat Yuuki-nee di sana terbaring tak sadarkan diri dan juga ada panel-panel
yang lebarnya hampir sepuluh meter. Apa ini? Semacam operasi legal, kah?
“Bodoh
sekali gadis itu! Bagaimana mungkin ia rela memotong kupingnya hanya demi
menjadi Doraemon?” seru lelaki berpakaian serba putih lengkap dengan maskernya.
Seperti seorang dokter.
“Kita
jadikan saja sate kuping. Bukankah dia korban kelima untuk hari ini?” sahut
lelaki lain yang bertugas sebagai operator mesin.
“Hei,
Watanabe! Apa kau yang di dalam sudah siap? Aku akan menjalankan mesin
pemotongnya?” seru lelaki tadi kepada rekannya yang berdiri di samping Yuuki-nee.
Anggukan
dari Watanabe menjadi komando terakhir sebelum tombol berwarna merah dipencet.
Yang itu berarti, Yuuki-nee akan
kehilangan daun telinganya.
Terlambat.
Semuanya sudah usai. Aku tidak bisa melakukan. Sampai bunyi duar menggema ke
seluruh ruangan.
Korsleting.
[1] karena aku
menyukaimu
Tulisan ini
diikutsertakan dalam Tantangan @KampusFiksi dengan tema #SateKuping
Solo, 01 Juni 2015
22:46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar