Senin, 01 Juni 2015

KIMI GA SUKI DAKARA

KIMI GA SUKI DAKARA[1]
Oleh: Anisa Ay

Panel-panel berukuran papan tulis itu bagai layar di bioskop yang manampilkan keseluruhan dari sebuah film. Bedanya, yang terlihat sekarang bukan film action Rurouni Kenshin atau film komedi I’m Fine Thank You Love You. Melainkan gambar-gambar absurd yang hanya dimengerti bagi mereka yang ingin mengerti. Termasuk aku.
Namun, sekali pun  aku ingin mengetahuinya, detik itu pula aku ingin menyudahinya. Sekarang!
***
Ohayou, Mayuzumi-kun!” sapa gadis berambut warna arang sepinggang itu dari seberang sana.
Semilir angin musim gugur membawa kehangatan di antara kebekuan hubungan kami. Yuuki-nee, gadis yang lima tahun lebih tua dariku, menghambur ke arahku. Sebuah bangku mini yang panjangnya tak lebih dari tiga meter telah menjadi sahabat kami selama ini. Dihujani guguran daun momiji yang masih tersisa, kami bak sepasang kekasih yang sedang melepas rindu. Faktanya, tidak.
“Kenapa kau mematung seperti itu?” tanyanya sambil mengibaskan rok selututnya yang basah. Kecerobohannya menjatuhkan gelas tiap akan presentasi tidak pernah berubah. Dasar nee-chan ini!
“Dua jam lima puluh enam menit lebih tiga detik. Berapa lama lagi aku harus menunggumu, Yuuki-nee?” protesku padanya.
Kakiku sudah kebas hampir lima kali selama menunggunya.
“Eh, komik apa yang kau baca itu? Kuroko No Basuke?” ujarnya tanpa berkeinginan menjawab pertanyaanku tadi. Wataknya yang ini pun aku sudah hafal.
Setahun ini, dengan alasan yang sepele—mencintai Dorameon—kami bisa menjadi kawan karib yang tak terpisahkan. Apa pun tingkahnya, baik yang memalukan dan mengagumkan, aku sangat menyukainya. Walaupun tingkahnya semakin aneh dari hari ke hari, dia kukenal sebagai tipe orang yang realistis. Pas sekali dengan golongan darah AB-nya.
Sampai di hari itu, senja yang biasanya menjingga tak lagi sempat merona.
“Mayuzumi-kun…”
“Hemm,” jawabku dingin.
“Aku ingin menjadi doraemon,” bisiknya kepadaku.
Seketika aku lempar tatapan nanarku padanya. Apa maksudnya ini?
“Dan Nobita-nya adalah Mayuzumi-kun,” lanjutnya masih dengan sorot sendu.
Keripik jamur yang tadinya renyah kulahap, kini tak sanggup lagi mengcrispykan obrolanku dengan Yuuki-nee.
“Ogah, aku tidak sebodoh Nobita dengan segala kebaikan hatinya. Lagi pula yang aku cintai itu Doraemon bukan Nobita.”
“Ah, ternyata memang benar.  Di hati Mayuzumi-kun selalu ada robot kucing yang tidak berkuping itu.”
Simpul senyum itu merekah di antara kedua lesung pipinya. Manis. Tapi… kenapa ada seringai aneh di balik wajah bahagia itu?
***
“Apa-apaan ini? Mana ada hal yang begini?” ujarku padanya.
Yuuki-nee baru saja memberikan selebaran paling tidak irasional yang pernah aku dapat. Kertas berukuran A5 itu hanya bertuliskan: ‘Ingin menjadi Doraemon bagi Nobita-mu? Join With Us’. Dan di bagian paling bawah tertulis alamat ameblo-nya. Setelah itu dia malah membisu dengan segelas ice cream chocolate bertoping oreo. Sesekali ia menggaruk kepalanya yang tidak berketombe itu. Pertanda bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu.
“Apa yang kau sembunyikan, Yuuki-nee? Tolong jawab!”
Rona wajahnya tidak berubah. Ia sama sekali tidak menggubrisku. Apa yang terjadi? Aku mencemaskanmu, Yuuki-nee!
“Yuuki-nee!” bentakku kemudian. Semoga ia tidak marah. Bagaimana pun juga aku ini hanya anak SMA yang masih dianggapnya adik. Tidak sopan jika aku meneriakkinya.
“Mayuzumi-kun, aku sudah mengatakan keinginanku tempo hari. Kenapa kau melupakannya begitu cepat?”
***
“Di mana? di mana aku meletakkannya?” omongku pada diri sendiri.
Aku harus menemukan brosur aneh yang diberikan Yuuki-nee sepekan yang lalu. Perasaanku seperti bom atom yang siap meledak ketika membaca surel darinya.
Mayuzumi-kun, aku akan menjadi Doraemon yang selalu yang kau cintai. See you tomorrow.
Dia tidak akan bertindak nekad. Aku terus menyakinkan diriku bahwa makhluk terealistis yang aku kenal itu tidak mungkin melakukan hal bodoh. Lagipula siapa yang ingin menjadikannya Doraemon bagiku. Yuuki-nee, kau harusnya bertanya dulu bagaimana posisimu di hatiku. Lebih dari tokoh anime apa pun yang aku cinta.
Ketemu! Alamat mereka pun terpampang di ameblo-nya saat aku  memasukkan kode yang tertera di bagian belakang brosur. Firasatku berkata bahwa ini semacam program legal yang bermaksud menipu para maniak anime dan manga. Mengkamuflase mereka yang terlalu mencintai dunia khayalan. Dan bagaimana bisa Yuuki-nee termasuk dalam korbannya?
Tak sampai lima belas menit mengayuh sepeda tuaku, gedung besar tanpa jendela menyambutku dengan angkuh. Sunyi. Tak seorang pun yang aku lihat melakukan penjagaan. Baguslah kalau begitu. Aku bisa masuk leluasa dan segera membawa Yuuki-nee keluar.
***
Sebuah ruang berkaca bening menghadangku dengan pemandangan yang menyentakkan mata. Aku melihat Yuuki-nee di sana terbaring tak sadarkan diri dan juga ada panel-panel yang lebarnya hampir sepuluh meter. Apa ini? Semacam operasi legal, kah?
“Bodoh sekali gadis itu! Bagaimana mungkin ia rela memotong kupingnya hanya demi menjadi Doraemon?” seru lelaki berpakaian serba putih lengkap dengan maskernya. Seperti seorang dokter.
“Kita jadikan saja sate kuping. Bukankah dia korban kelima untuk hari ini?” sahut lelaki lain yang bertugas sebagai operator mesin.
“Hei, Watanabe! Apa kau yang di dalam sudah siap? Aku akan menjalankan mesin pemotongnya?” seru lelaki tadi kepada rekannya yang berdiri di samping Yuuki-nee.
Anggukan dari Watanabe menjadi komando terakhir sebelum tombol berwarna merah dipencet. Yang itu berarti, Yuuki-nee akan kehilangan daun telinganya.
Terlambat. Semuanya sudah usai. Aku tidak bisa melakukan. Sampai bunyi duar menggema ke seluruh ruangan.
Korsleting.


[1] karena aku menyukaimu

Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan @KampusFiksi dengan tema #SateKuping
Solo, 01 Juni 2015
22:46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar