Rabu, 23 Desember 2015

[RESENSI] NOVEL BUKU INI TIDAK DIJUAL - HENNY ALIFAH




Penulis                      : Henny Alifah
Editor                          : Mastris Radyamas
Cover                         : Naafi Nur Rohma, Andhi Rasydan
Lay out                       : Bagus Muhammad Ma’ruf
Penerbit                     : Indiva
Cetakan pertama     : Maret, 2015
Jumlah halaman      : 192 halaman
ISBN                           : 978-602-1614-488
Harga                         : Rp. 46.000,00*

“Tidak pernah ada buku yang menjadi bekas. Dia akan selamanya menjadi buku yang dapat dibaca oleh siapa pun.” (Hal. 21)

Kepulangan Padi kali ini harus disambut dengan menghilangnya buku-buku yang ia pelihara semenjak SD. Sang kakek memanggil tukang loak ke rumahnya lalu mengangkutnya pergi. Gading, harus mati kutu saat dilematis berpihak kepada Padi, ayahnya atau sang Kakek. Namun, ketika ia bertemu dengan Kingkin, sahabat kecilnya, secercah cahaya mengembang.
“Maksudku, mengapa kita harus merisaukan apa yang belum tentu terjadi?” (Hal. 40)
Perjalanan Gading dan Kingkin pun dimulai. Awalnya mereka berpikir ini akan mudah diselesaikan namun nyatanya buku yang tidak dijual itu malah berhamburan ke beberapa tempat. Terpaksa, Gading dan Kingkin harus berbagi tugas untuk menyelamatkan hubungan Padi dan Ayahnya.
“Berdebat itu memalingkan kalian dari masalah pokok, membuat emosi para pelakunya, dan kalian akan saling membenci.” (Hal. 41)
Namun, akankah mereka meyerah ketika nyawa menjadi taruhannya? Kingkin yang  bertemu perampok dan Gading yang nyaris ketabrak mobil. Dapatkah buku yang tidak dijual itu kembali kepada sang pemiliknya? Lalu, rahasia apa yang disembunyikan Padi hingga mati-matian tidak meloakkan buku-buku yang ia punya?
“Seperti itu pula jika pendidikan kita tidak membiasakan anak-anak untuk gemar membaca. Mereka tidak akan menjadi manusia sempurna meskipun ketika dewasa mejadi orang penting.” (Hal. 74)
            Judul novel ini membuat mata saya kesengsem di antara deretan novel yang ada. Bahkan ketika saya membaca blurb di cover belakang, rasa penasaran saya malah memuncak. Idenya terlalu unik dan tentu saja alur yang digunakan si penulis ringan.
            Perlahan, pembaca disadarkan betul bagaimana buku yang masih dianggap asing oleh kebanyakan orang di negeri ini justru menjadi harta karun yang tak terlihat. Sindiran-sindiran halus sengaja dilontarkan dalam percakapan agar tidak terkesan mendakwahi secara kaku.
“Aku tidak menyuruhmu mengambil buku terbaik. Semuanya baik asal kamu dapat mengambil sisi baiknya. Bahkan buku yang buruk terkadang juga mengandung kebaikan meskipun sedikit.” (Hal. 155)
Henny Alifah, penulis Buku Ini Tidak Dijual tergolong masih muda. Maksudnya, usianya lebih mudah daripada saya (hehe) menyajikan persoalan-persoalan sosial yang kerap dijumpai tapi dalam kisah sederhana. Saya acungi dua jempol. Begitu pula pada editor yang tidak saya temukan typo di dalamnya.
Logika dalam novel ini masih masuk ke dalam nalar walaupun ada beberapa yang janggal, yaitu saat adegan Kingkin dan Gading yang tergiur es wawan. Juga pada setting waktu halaman 7. Pelosok Jawa Timur sedang senja.
Namun di halaman 8 dikatakan sedang pukul jam 12. Padahal sepenangkap saya itu masih satu hari. Gading sudah hafal, apabila mereka melintas di jalan depan rumahnya siang-saing begini artinya sudah hampir pukul 12 siang.
Tapi, overall, novel ini cocok untuk mereka yang suka tema cinta namun tak melulu tentang sepasang kekasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar